Materi Konstruksi Jalan dan Jembatan 1

Materi Konstruksi Jalan dan Jembatan 1

Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Arti Lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah
yang diperkeras atau jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah
semua benda dan makhluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan
bermotor, tidak bermotor, manusia, ataupun hewan.

Dalam perencanaan geometrik jalan raya pada penulisan ini mengacu pada Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota ( TPGJAK ) Tahun 1997 dan
Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Tahun 1970 yang dikeluarkan oleh
Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Perencanaan geometrik
ini akan membahas beberapa hal antara lain :
a. Alinemen Horisontal
Alinemen (Garis Tujuan) horisontal merupakan trase jalan yang terdiri dari :
 Garis lurus (Tangent), merupakan jalan bagian lurus.
 Lengkungan horisontal yang disebut tikungan yaitu :
a.) Full – Circle
b.) Spiral – Circle – Spiral
c.) Spiral – Spiral
 Pelebaran perkerasan pada tikungan.
 Kebebasan samping pada tikungan
b. Alinemen Vertikal32
Alinemen Vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi
rendahnya jalan terhadap muka tanah asli.
c. Stationing
d. Overlapping
Untuk menentukan tebal perkerasan yang direncanakan sesuai dengan
Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
Analisis Komponen Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Satuan perkerasan yang
dipakai adalah sebagai berikut :
1. Lapis Permukaan (Surface Course) : Laston MS 744
2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) : Batu Pecah Kelas A CBR 100%
3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course) : Sirtu Kelas A CBR 70 %
Kecepatan rencana (Vr) pada ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan –
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang
cerah, lalu lintas yang lenggang, dan tanpa pengaruh samping jalan yang
berarti
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)
a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan
b. Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan
c. Kedalaman ruang bebas 1,5 m di bawah muka jalan
2 Daerah Milik Jalan (DAMIJA)
Ruang daerah milik jalan (DAMIJA) dibatasi oleh lebar yang sama dengan
DAMAJA ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5m dan
kedalaman 1,5m.
3 Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)
Ruang sepanjang jalan di luar DAMIJA yang dibatasi oleh tinggi dan lebar
tertentu, diukur dari sumbu jalan sesuai dengan fungsi jalan:
a. Jalan Arteri minimum 20 meter
b. Jalan Kolektor minimum 15 meter
c. Jalan Lokal minimum 10 meter



Bentuk lengkung horizontal:

l  Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan;
l  Lajur adalah bagian jalur yang memanjang dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor.
Jalur lalu lintas (traveled way = carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukan untuk lalau lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Jadi jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada umumnya disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal terdiri dari 1 lajur lalau lintas.
Lebar lajur lalu lintas
Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan  karena:
a.     Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin dapat diikuti oleh lintasan kendaraan dengan tepat’
b.     Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan maksimun. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
c.      Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal ditikungan,dan gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.
Lebar kendaraan penumpang pada umumnya bervariasi antara 1,5 m – 1,75m.Bina Marga mengambil lebar kendaraan rencana untuk mobil penumpang adalah 1,7 m,dan 2,50 m untuk kendaraan rencana truck/bis/ semi trailer .Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara kendaraan yang besarnya sangaat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang  dipergunakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi, membutuhkan ruang bebas untuk menyiap dan bergerak yang lebih besar dibandingkan dengan jalanuntuk kecepatan rendah.
Pada jalan local (kecepatan rendah)nlebar jalan minimum 5,50 m(2 x 2,75) cukup memadai untuk jalan 2 lajur dengan 2 arah. Dengan pertimbangan biaya yang tersedia , lebar 5 m pun masih diperkenankan. Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi , mempunyai lebar lajur lalu lintas lebih besar dari 3,25 m, sebaiknya 3,5 m.


Jumlah lajur lalu lintas
Banyaknya lajur yang dibutuhkan sangat tergantung dari volume lalu lintas yang akan memekai jalan tersebut dan tingkat pelayanan jalan yang diharapkan.
Kemiringan melintang jalur lalu lintas dijalan lurus diperuntukan terutama untuk kebutuhan drainase jalan. Air yang jatuh diatas pemukaan jalan supaya cepat dialirkan ke saluran-saluran pembuangan. Kemiringan melintang bervariasi antara 2% - 4 % untuk jenis lapisan permukaan dengan mempergunakan bahan pengikat seperti aspal atau semen. Semakin kedap lapisan tersebut, semakin kecil kemiringan melintang yang dapat dipergunakan.
Sedangkan untuk jalan dengan lapisan permukaan belum mempergunakan bahan pengikat seperti jalan berkerikikl, kemiringan melintang dibuat sebesar 5 %.
Kemiringan melintang jalur lalu lintas ditikukngan dibuat untuk kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja, disamping kebutuhan akan drainase. Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pad ditikungan.
2.1       BAHU JALAN
Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berfunsi sebagai:
1.     ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang sekedar berhenti karena mengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
2.     ruangan untuk menghindarkan diri dari saat-saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
3.     memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
4.     ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat,dan penimbunan bahan matrial)
5.     memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.
6.     ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli,ambulans, yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.



Jenis bahu
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :
1.     Bahu yang tidak diperkeras, yaitu yang hanya dibuat dari matrial perkerasan jalan tanpa bahan pengikat,biasanya digunakan matrial agregat bercampur sedikit lempung,dipergunakan untuk daaerah-daerah yang tidak begitu penting,dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu atidak begitu banyak jumlahnya.
2.     Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras, bahu ini dipergunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti disepanjang tol,disepanjang jalan arteri yang melintasi kota, dan tikungan –tikungan yang tajam.
Dilihat dari letaknya bahu terhadap arah arus lalu lintas, maka bahu jalan dapt dibedakan atas:
1.     Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outershoulder), adalah bahu yang terletak ditepi sebelah kiri jalur lalu lintas.
2.     Bahu kanan/bahu dalam  (right/inner shoulder), adalah bahu yang terletak ditepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas.
Lebar bahu jalan
Besar lebar bahu jalan sanagt dipengaruhi oleh:
1.fungsi jalan
Jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jalan local.Dengan demikian jalan arteri membutuhkan kebeasan samping, keamanan,dan kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih lebar dari jalan local.
2.Volume lalu lintas
Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu nyang lebih lebar dibandingkan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah.
3.Keghiatan disekitar kegiatan jalan
Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan lebar bahu jalan yang lebih lebar daripada jaln yang melintasi daerah rural, karenaa bahu jalan tersebut akan dipergunakan pula sebagai tempat parker dan pejalan kaki.

4.Ada atau tidaknya trotoar
5.Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya untuk konstruksi.
Lebar bahu jalan dengan demikian dapat bervariasi anatara 0,5-2,5m.
Lereng melintang bahu jalan
Berfungsi atau tidaknya lereng melintang perkerasan jalan untuk menglirkan air hujan yang jatuh di atasnya sangat ditentukan oleh kemiringan melintang bagian samping jalur perkerasan itu sendiri,yaitu kemiringan melintang bahu jalan.kemiringan bahu jalan yang tidak baik ditambah pula dengan bahu dari jenis tidak diperkeras akan menyebabkan air hujan akan merembes masuk  kelapisan perkerasan jalan.Hal ini dapat mengakibatkan turunnya daya dukung lapisan perkerasan, lepasnya ikatan antara agregat dan aspal yang akhirnya dapat memperpendek umur pelayanan jalan.
Guna keperluan tersebut, haruslah dibuat kemiringan melintang bahu jalan yan sebesar-besarnya tetapi masih aman dan nyaman bagi pengemudi kendaraan. Kemiringan melintang bahu lebih besar dari kemiringan melintang jalur perkerasan jalan. Kemiringan melintang bahu dapat bervaariasi sampai dengan 6%, tergantung dari jenis permukaan bahu, intensitas hujan, dan kemungkinan penggunaan bahu jalan.
Pada tikungan yang tajam,kemiringan melintang jalur perkerasan juga ditentukan dari kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat gaya sentrifugal yang bekerja.  Besar dan kemiringan melintang bahu haarus juga disesuaikan demi keamanan pemakai jalan dan fungsi drainase itu sendiri.Perubahan kelandaian antara kemiringan melintang perkerasan jalan dan bahu (roll over) maksimum 8%.
            TROTOAR (Jalur Pejalan Kaki / Side Walk)
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian).Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dai jalur lalu lintas oleh struktur fisisk berupa Kereb.
Perlu atau tidaknya trotoar disediakan sangat tergantung dari volume pedestrian dan volume lalu lintas pemakai jalan tersebut.
Lebar trotoar
Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh volume pejalan kaki yang diinginkan, dan fungsi jalan. Untuk itu lebar 1,5 – 3,0 m merupakan nilai yang umum digunakan.


            MEDIAN
Pada arus lalu lintas yang tinggi seringkali dibutuhkan median guna memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah.Jadi median adalah jalur yang terletak ditengah jalan untuk membagi jalan dalam masinh – masing arah.
Secara garis besar median berfungsi sebagai:
1.     Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
2.     Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi / mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
3.     Menambah rasa kelegahan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi.
4.     mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu-lintas.
Untuk memenuhi keperluan-kperluan tersebut diatas, maka median serta batas-batasnya harus nyata oleh setiap mata pengemudi baik pada siang hari maupun pada malam hari serta segala cuaca dan keadaan.Lebar median berfariasi antara 1,0-12 meter.
Median dengan lebar sampai 5 meter sebaiknya ditinggikan dengan kereb atau dilengkapi dengan pembatas agar tidak dilanggar kendaraan. Semakin lebar median semakin baik bagi lalu lintas tetapi semakin mahal biaya yang dibutuhkan.Jadi biaya yang tersedia dan fungsi jalan sangat menentukan lebar yang dipergunakan.
Jalur tepian median
            Disamping median terdapat apa yang dinamakan jalur tepian median, yaitu jalur yang terletak berdampingan dengan median (pada ketinggian yang sama dengan perkerasan). Jalur tepian median ini berfungsi untuk mengamankan kebebasan samping dari arua lalu lintas.
            Lebar jalur tepian median dapat bervariasi antara 0.25 – 0,75 meter dan dibatasi dengan marka berupa garis putih menerus.
2.5. Saluran Samping
Saluran samping terutama berguna untuk :
·        Mengalirkan air dari permukaan jalan ataupun dari bagian luar jalan
·        Menjaga supaya konstruksi jalan selalu bearda dalam keadaan kering tidak terendam air
Umumnya bentuk saluran samping trapesium, atau empat persegi panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana daerah pembebasan jalan sudah sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar. Sedangkan di daerah pendalaman dimana pembebasan jalan bukan menjadi masalah, saluran samping umumnya dibuat berbentuk trapesium. Dinding saluran dapat dengan mempergunakan pasangan batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran disesuaikan dengan besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.
Landai dasar saluran biasanya dibuatkan mengikuti kelandaian dari jalan. Tetapi pada kelandaian jalan yang cukup besar, dan saluran hanya terbuat dari tanah asli, kelandaian dasar saluran tidak lagi mengikuti kelandaian jalan. Hal ini untuk mencegah pengkikisan oleh aliran air. Kelandaian dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar saluran. Jika terjadi perbedaan yang cukup besar antara kelandaian dasar saluran dan kelandaian jalan, maka perlu dibuatkan terasering.
Talud untuk saluran samping yang berbentuk trapesium dan tidak diperkeras adalah 2H:1V, atau sesuai dengan kemiringan yang memberikan kestabilan lereng yang aman. Untuk saluran samping yang mempergunakan pasangan batu, talud dapat dibuat 1.1.
2.6. Talud/Kemiringan Lereng
            Talud jalan umumnya di buat 2H:1V, tetapi untuk tanah-tanah yang mudah longsor talud jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya landai yang aman, yang diperoleh dari perhitungan kestabilan lereng. Berdasarkan keadaan tanah pada lokasi jalan tersebut, mungkin saja dibuat bronjong, tembok penahan tanah, lereng bertingkat (bern) ataupun hanya ditutupi rumput saja.
2.7. Kereb
            Yang dimaksud dengan kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah ketegasan tepi perkerasan.
Pada umumnya kereb digunakan pada jalan-jalan di daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan-jalan antar kota kereb hanya dipergunakan jika jalan tersebut direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau apabila melintasi perkampungan.
Berdasarkan fungsi dari kereb, maka kereb dapat dibedakan atas :
·  1. Kereb peninggi (mountable curb), adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas. Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baika. Tingginya berkisar antara 10 – 15 cm.
·   2. Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan  jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25-30 cm.
·  3. Kereb berparit (gutter curb), adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam.
Tingginya berkisar antara 10-20 cm
·   4. Kereb penghalang berparit (barrier gutter curb), adalah kereb penghalang yang direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara 20 – 30 cm.
2.8. Pengaman Tepi
Pengaman tepia bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan, dapat  mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya dipergunakan di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah timbunan dengan tikungan yang tajam, pada tepi-tepi jalan dengan tinggi timbunan lebih besar dari 2,5 meter, dan jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.
Jenis pengaman tepi
            Pengaman tepi dapat dibedakan atas :
·       a.  Pengaman tepi dari besi yang digalvanised (guard rail)
Pagar pengaman dari besi dipergunakan jika bertujuan untuk melawan tumbukan (impact) dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang makin kecil sepanjang pagar pengaman. Dengan adanya pagar pengaman diharapkan kendaraan tidak dengan tiba-tiba berhenti atau berguling ke luar badan jalan.
·        b. Pengaman tepi dari beton (parapet)
Pengaman tepi dari beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan dengan kecepatan rencana 80 – 100 km/jam/.
·        c. Pengaman tepi dari tanah timbunan
Dianjurkan digunakan untuk kecepatan rencana ≤ 80 km/jam.
·        d. Pengaman tepi dari batu kali
Tipe ini dikaitkan terutama untuk keindahan (estetika) dan pada jalan dengan kecepatan rencana < 60 km/jam
·       e.  Pengaman tepi dari balok kayu
Tipe ini dipergunakan untuk kecepatan rencana < 40 kam / jam dan pada
daerah parkir.








PEMISAH JALUR LALU LINTAS

Pemisah
Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalu-lintas.Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan Pemisah Luar.
Suatu Pemisah tengah atau pemisah luar yang tidak menerus pada suatu ruas jalan, pada permulaan atau akhir dari ke dua pemisah tersebut harus dilengkapi dengan :
1       Marka jalan, yang mengikuti ketentuan Buku Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan, 1987
2       Rambu jalan, yang mengikuti Ketentuan Menteri Perhubungan.
Pemisah Tengah
Pemisah tengah (Median) adalah suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah, tidak digunakan untuk lalu-lintas kendaraan dan berfungsi memisahkan arus lalu-lintas yang berlawanan arah, yang terdiri dari Jalur tepian dan Bangunan pemisah.
Pemisah tengah ditempatkan pada garis sumbu ,jalan dua arah yang mempunyai empat lajur atau lebih.
Pemisah tengah perlu dibangun di daerah :
1. Persimpangan sehidang antar jalan raya atau antara jalan rayadengan jalan Kereta Api.
2. Banyak kendaraan belok kanan/memotong jalan.
3. Daerah yang memungkinkan adanya pelebaran.
4. Pada jalan dua arah, dimana jalur ke dua arah tersebut mempunyai elevasi berbeda.
5. Banyak penyeberang jalan.
Pemisah tengah dapat dilengkapi dengan batas penghalang baik penghalang benturan maupun penghalang sinar lampu depan kendaraan yang berlawanan arah.
Penghalang benturan dapat berupa Guardrail, Parapet,serta Kerb . Sedangkan penghalang sinar dapat dipergunakan tanaman semak.
Pembangunan Batas penghalang disuatu ruas jalan diusahakan agar dapat menghasilkan tingkat keamanan yang sama pada seluruh ruas jalan tersebut.
Fungsi Utama Pemisah Tengah.
Fubgsi utama dari pemisah tengah adalah memisahkan arus lalu-lintas yang berlawanan arah dan mengurangi daerah konflik bagi kendaraan belok kanan sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kelancaran lalu-lintas di jalan tersebut. Selain dari fungsi tersebut di atas pemisah tengah mempunyai fungsi antara lain:

1. Pada keadaan tertentu bagian dari Pemisah tengah dapat digunakan untuk jalur perubahan kecepatan dan jalur tunggu untuk lalu-lintas belok kanan atau perputaran (U-Turn).
2. Sebagai jalur penempatan perlengkapan jalan yang bersifat pengaturan lalu-lintas (Lampu lalu-lintas, Rambu lalu-lintas dan lain-lain), perlengkapan jalan yang bersifat kenyamanan dan keamanan (Lampu jalan, Pohon peneduh/penghalang lampu dari depan, Batas penghalang dan lain-lain), Drainase dan perlengkapan lainnya.
3. Persiapan pelebaran ,jalur lalu-lintas.
4. Daerah keamanan untuk kendaraan yang lepas kendali atau kecelakaan.
5. Jalur peralihan perbedaan permukaan antar Badan jalan.
6. Tempat pemberhentian sementara bagi Pejalan kaki yang menyeberang jalan.
7. Keindahan, Jalur hijau, Landscaping dan lain-lain.
8. Mengurangi cahaya lampu dari kendaraan yang berlawanan arah.
Permukaan Pemisah Tengah
Permukaan pemisah tengah juga memiliki beberapa persyaratan. Berikut ini adalah beberapa persyaratan permukaan pemisah tengah:
1. Pemisah tengah harus terlihat jelas, menarik, tidak terganggu, mudah dalam pemeliharaan dan murah.
2. Pemisah tengah di jalan perkotaan disarankan dengan peninggian. Pemasangan Kereb harus mengikuti petunjuk yang ada (petunjuk pemasangan Kereb)
3. Bahan penutup Pemisah tengah dapat menggunakan Rumput, Perkerasan aspal, Blok asbuton, Beton semen, Blok beton dan lain-lain.
4. Permukaan Pemisah tengah dapat dinaikkan atau diturunkan.
Bukaan Pemisah Tengah
Bukaan Pemisah tengah digunakan untuk arus lalu-lintas belok  kanan dan atau berputar. Lokasi bukaan ditentukan di persimpangan dan tempat-tempat yang dipandang perlu. Prinsip disain bukaan Pemisah tengah serupa dengan prinsip disain pulau atau kanalisasi.
Prasarana pemutaran di tengah ruas jalan, ujung pemisah tengah harus dibentuk sesuai dengan kebutuhan geometrik.
Jalur perlambatan menuju bukaan dapat dibuat bila lebar Pemisah tengah mencukupi.
Tabel 1.3 Jarak Minimum Antar Bukaan
NO.
Deskripsi
Jarak Minimum
1.
Untuk Pemutaran normal
500 m
2.
Dengan jalur khusus belok kanan dari persimpangan.
100 m
3.
Di daerah belum terbangun (di luar kota)
1.000 m
Sumber: NSPM
Lebar Minimum Pemisah Tengah.
Lebar suatu Pemisah tengah pada suatu ruas jalan bervariasi tergantung pada ketersediaannya lahan. Namun demikian suatu Pemisah tengah mempunyai lebar minimum. Lebar minimum Pemisah tengah bila ditinjau dari penggunaan.
Tabel 1.4 Lebar dan Penggunaan Median
Lebar (M)
Penggunaan
> 8
– Baik sebagai pemisah arus lalu-Iintas
– Baik untuk pemutaran
5-8
– Cukup untuk pemutaran kendaraan kecil
– Lebar praktis di wilayah perkotaan
– Kebutuhan minimum jalan raya di luar wilayah perkotaan
– Cukup untuk kendaraan belok kanan dan memotong jalan di     simpang tanpa lampu lalu-Iintas lalu-Iintas
– Cukup untuk penyediaan jalur perubahan kecepatan
2,5 – 5

– Cukup untuk penyediaan jalur khusus belok kanan
– Kebutuhan minimum jalan raya di wilayah perkotaan
2,0 – 2,5

– Cukup untuk penempatan rambu, lampu lalu-Iintas, lampu  penerangan jalan dan lain-lain
– Cukup untuk pemberhentian sementara pejalan kaki
catatan : perlu pemasangan penghalang (barrier)
Sumber: NSPM
Tabel 1.5 Lebar Minimum Median dan Garis tepi
Fungsi
Assesibilitas
Lebar minimum (m)
Median
Tepian
Arteri
Akses terkendali penuh
2,0
0,75
Arteri primer Arteri Sekunder
Akses terkendali penuh
2,0
0,5
Kolektor primer
Kolektor sekunder
Akses terkendali sebagian/ tanpa kendali
2,0
0,25
Sumber: NSPM
BAB I
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA 
I.                   STANDAR PERENCANAAN
Dalam merencanakan jalan raya bentuk geometriknya harus ditentukan sedemikian rupa sehingga jalan raya yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan optimal kepada kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU telah menetapkan peraturan “ Perencanaan Geometrik Jalan Raya “ No. 13 / 1970, sehingga semua perencanaan jaln di Indonesia harus berdasarkan pada peraturan tersebut.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya :
  1. Lalu lintas
Masalah – masalah yang menyangkut lalu lintas meliputi :
–          Volume / jumlah lalu lintas
–          Sifat dan komposisi lalu lintas
–          Kecepatan rencana lalu lintas
  1. Topografi
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan raya dan pada umumnya mempengaruhi alignement sebagai standart perencanaan geometrik, seperti jalan landai, jarak pendangan, penampang melintang dll.
Untuk melihat klasifikasi medan dan besarnya kelerengan melintang, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini :
      Golongan medan
      Lereng melintang
     – Datar ( D )
      0 sampai 9,9 %
     – Perbukitan ( B )
      10 sampai 24,9 %
     – Pegunungan ( G )
      >25 %
II.                ALINYEMEN HORISONTAL
Adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus bidang gambar, dikenal juga dengan sebutan “ Trase Jalan “.
Alinemen horisontal Terdiri dari :
Þ    Garis Lurus ( Tangent ), merupakan bagian jalan lurus
Þ    Garis lurus Horisontal yang disebut tikungan

Bentuk – bentuk tikungan :
–          Full Circle
–          Spiral – Circle – Spiral
–          Spiral – Spiral

Syarat – syarat pemakaian :
Full Circle
Untuk menggunakan bentuk ini adalah tergantung dari kecepatan rencana, jika sudah memenuhi yaitu dengan melihat tabel sebagai berikut :
Kecepatan Rencana
( Km / Jam )
120
100
80
60
40
30
Jari-jari lengkung
Minimum ( m )
2000
1500
1100
700
300
180
Gambar lengkung Circle
–     Tc = R tan ½ b
–          Ec = Tc tan ¼ b
–          Lc = ( b / 360 ) 2R = 0.017453 R
Walaupun bentuk ini tidak mempunyai lengkung peralihan ( Ls ) akan tetapi diperlukan adanya lengkung peralihan fiktif ( Ls’ )
Ls’ = B ( em + E ) ————-
Dimana :    B   = Lebar perkerasan ( m )
cm = Kemiringan melintang maksimum relatif ( super elevasi max pada         tikungan  tersebut )
E = Kemiringan perkerasan pada jalan lurus
Spiral – Circle – Spiral
Syarat pemakaian :     – Bila bentuk Circle tidak dapat dipakai
– Dc < 0              Dc = D – 2q s
– Lc > 20 meter
Yang dihitung jika memenuhi Syarat diatas :
qs  = 90 Ls / p R
p    = Ls² / 6R – R ( 1-cos qs )
k    = Ls – Ls³ / 40R² – R sin qs
Dc  = D – 2qs
Lc  = 0.017453 Dc . R
Tt  = ( R + p ) tan 0.5 qs + k
Et   = {( R + p ) sec 0.5 qs } – R
Ls min = 0.022   V³     – 2.727      V. k
R.c                        c
Dimana :             Ls       = Panjang lengkung spiral ( m )
V        = Kecepatan rencana ( Km / jam )
R        = Jari – jari circle ( m )
C        = Perubahan kecepatan ( m/det )
Harga c dianjurkan = 0.4 m/det
K        = Super elevasi
Spiral – spiral
Syarat pemakaian :                    – Bila bentuk S – P – S tidak bisa dipakai
– s = 0.5
yang dihitung jika memenuhi syarat diatas adalah :
Ls       = ( qs . R ) / 28.648
Tt       = {( R + p ) tan 0.5 qs } + k
Et       = {( R + p ) sec 0.5 qs } – R
P        = p* . Ls
K        = k* . Ls
Gambar Lengkung Spiral-spiral
III.             ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh ( Truck digunakan sebagai kendaraan standart ).
Alinemen vertikal sangat erat hubungannya dengan besarnya biaya pembangunan, biaya penggunaan kendaraan serta jumlah lalu – lintas. Kalau pada alinemen horisontal yang menggunakan bagian kritis adalah lengkung horisontal  ( Bagian tikungan ), maka pada alinemen vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus. Kemampuan pendakian dari kendaraan Truck sangat dipengaruhi oleh panjang pendakian ( Panjang kritis landai ) dan besarnya landai.
  1. a.      Landai Maksimum dan panjang Maksimum
Landai
Max %
3
4
5
6
7
8
10
12
Panjang
Kritis
( m )
480
330
250
200
170
150
135
120
Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis  landai dimaksudkan  adalah panjang yang masih diterima tanpa mengakibatkan gangguan arus lalu lintas ( Panjang ini menyebabkan pengurangan kecepatan maksimum sebesar 25 Km / Jam ). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.
  1. b.     Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi keamanan, kenyamanan dan Drainase yang baik.
Rumus yang digunakan :
y’     = Ev =  ( A x L )
800
A     = g2 – g1
Dimana :
Ev      = Penyimpangan dari titik potong kedua tangent ke lengkung vertikal ( Disini y’ =           Ev untuk x = L ),jika Ev diperoleh > 0 berarti lengkung vertikal cembung dan sebaliknya.
A        = Perbedaan aljabar kedua tangen= g2 – g1
L         =Panjang lengkung vertikal cembung, adapun panjang minimumnya ditentukan      berdasarkan :
–       Syarat pandangan henti dan Drainase
–   Syarat pandangan menyiap
Lengkung vertikal terbagi atas :
  1. Lengkung Vertikal Cekung, adakah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen   berada di bawah permukaan jalan.
  2. Lengkung Vertikal Cembung,adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan bersangkutan
Panjang vertikal cembung hanya ditentukan berdasarkan jarak pandangan waktu malam dan syarat drainase. Persamaan umum dari lengkung vertikal adalah :
Y’ = g2 – g1 ) x ²
200L
IV.              JARAK PANDANGAN
Kemungkinan untuk melihat ke depan  adalah faktor penting dalam sebuah operasi jalan raya agar tercapai keadaan yang aman dan efisien.
Jarak pendangan adalah : jarak dimana pengemudi dapat melihat bebas ke depan. Jarak ini dibagi atas dua, yaitu :
  1. a.      Jarak Pandang Henti
—- adalah : Jarak minimum yang dibutuhkan kendaraan untuk berhenti dari kecepatan desain, diukur pada saat obyek pertama klinya terlihat pada jalur gerak kendaraan.
Rumus yang digunakan :
Dph = 0,278 Vt + [ V² / 254  ( f + L ) ]
Dimana :  – Dph  = Jarak pandangan henti ( m 0
– V       = Kecepatan rencana ( Km / jam )
– t        = t1 + t2   > 25 detik
dimana : t1 = Waktu sadar ( Perception Time ) yakni waktu pertama melihat benda yang ada pada jalurnya sampai keputusan harus mengerem ( Harga diambil t1 = 1,5 detik ).
t2 = waktu eaksi mengerem ( Brake reaction time ), diambil berdasarkan test t2 = 1 detik
f    = Koefisien gesek antara ban dan jalan
L   = Landai jalan dalam persen dibagi 100
  1. b.     Jarak Pandang Menyiap
—– Adalah : Jarak yang dibutuhkan untuk menyusul atau menyiap kendaraan lain, yang dipergunakan hanya untuk jalan dua lajur.
Rumus yang digunakan :  Dpm = D1 + D2 + D3 + D4
Dimana :  Dpm = Jarak pandang menyiap
D1    = Jarak yang ditempuh selama pengamatan
= 0,278 t1 ( V – m + 0,5 at1 )
D2    = Jarak antara kendaraan yang menyiap setelah gerakan menyiap dengan kendaraan lawan
= 30 – 100 meter
D4    = Jarak yang ditempuh arah lawan = 2/3 D2
tl       = Waktu selama membuntuti kendaraan yang akan disusul sampai akan menyiap
t2      = Waktu selama kendaraan yang menyiap berada pada jalur kendaran arah berlawanan
V       = Kecepatan rata – rata kendaraan penyusul
m      = Perbedaan kecepatan ( Km / Jam )
a       = Percepatan rata – rata




V.                 PELEBARAN PADA TIKUNGAN
Pelebaran pada tikungan diperlukan oleh karena bagian belakang kendaraan terutama yang bergandengan tidak mengikuti jalur gerak bagian depannya.
Pelebaran perkerasan pada tikungan sangat bergantung pada :
R          = Jari – jari tikungan
= Sudut tikungan
V          = Kecepatan rencana
Rumus – rumus yang digunakan dalam menghitung pelebaran ini adalah :
B = n ( b’ + c ) + ( n – 1 ) . Td + Z
Dimana :    n        = jumlah jalur lalu lintas
b’       = Lebar lintasan truck pada tikungan ( m )
= R – ( R² – p ) ^ ½ + 2.4
c         = Kebebasab samping ( 0.4 – 0.8 m )
Td      = Lebar melintang akibat tonjolan depan ( m )
= { R² – A ( 2P + A )}^ ½ – R
Z        = Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi ( m )
= 0.105 V/R
p        = 6.1 m
A        = 1.2 m
VI.              KEMIRINGAN MELINTANG JALAN
Pada daerah tikungan, kemiringan melintang dari permukaan jalan mengalami perubahan, yaitu dari kemiringan penuh yang berubah berangsur –angsur. Perubahan profil melintang dapat dilakukan dalam tiga tempat, yaitu :
  1. Sumbu jalan sebagai sumbu putar
  2. Tepi perkerasan sebelah dalam sebagai sumbu putar
  3. Tepi perkerasan sebelah luar sebagai sumbu putar







JENIS JEMBATAN
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain. Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Jembatan jalan raya (highway bridge),
2) Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
3) Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
Berdasarkan lokasinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Jembatan di atas sungai atau danau,
2) Jembatan di atas lembah,
3) Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
4) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
5) Jembatan di dermaga (jetty).
Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam :
1) Jembatan kayu (log bridge),
2) Jembatan beton (concrete bridge),
3) Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),
4) Jembatan baja (steel bridge),
5) Jembatan komposit (compossite bridge).
Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
1) Jembatan plat (slab bridge),
2) Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
3) Jembatan gelagar (girder bridge),
4) Jembatan rangka (truss bridge),
5) Jembatan pelengkung (arch bridge),
6) Jembatan gantung (suspension bridge),
7) Jembatan kabel (cable stayed bridge),
8) Jembatan cantilever (cantilever bridge).
STRUKTUR JEMBATAN
1) Struktur Atas (Superstructures)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll.
Struktur atas jembatan umumnya meliputi :
a) Trotoar :
o Sandaran dan tiang sandaran,
o Peninggian trotoar (Kerb),
o Slab lantai trotoar.
b) Slab lantai kendaraan,
c) Gelagar (Girder),
d) Balok diafragma,
e) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),
f) Tumpuan (Bearing).
2) Struktur Bawah (Substructures)
Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar.
Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi :
a) Pangkal jembatan (Abutment),
o Dinding belakang (Back wall),
o Dinding penahan (Breast wall),
o Dinding sayap (Wing wall),
o Oprit, plat injak (Approach slab)
o Konsol pendek untuk jacking(Corbel),
o Tumpuan (Bearing).

b) Pilar jembatan (Pier),
o Kepala pilar (Pier Head),
o Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal,
o Konsol pendek untuk jacking(Corbel),
o Tumpuan (Bearing).
3) Fondasi
Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. Berdasarkan sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain :
a) Fondasi telapak (spread footing)
b) Fondasi sumuran (caisson)
c) Fondasi tiang (pile foundation)
o Tiang pancang kayu (Log Pile),
o Tiang pancang baja (Steel Pile),
o Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile),
oTiang pancang beton prategang pracetak
 (Precast Prestressed Concrete Pile),
o Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place),
o Tiang pancang komposit (Compossite Pile),

KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN
1. Survei dan Investigasi
Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang meliputi :
1) Survei tata guna lahan,
2) Survei lalu-lintas,
3) Survei topografi,
4) Survei hidrologi,
5) Penyelidikan tanah,
6) Penyelidikan geologi,
7) Survei bahan dan tenaga kerja setempat.
Hasil survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang menyangkut beberapa hal antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2) Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.
3) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
4) Pemilihan jenis konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah, geologi, hidrologi serta kondisi sungai dan perilakunya.
2. Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan investigasi yang meliputi, antara lain :
1) Analisis data lalu-lintas.
Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2) Analisis data hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan aliran, dan gerusan (scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.
3) Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian sondir, SPT, boring, dsb. digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya dengan pemilihan jenis konstruksi fondasi jembatan.
4) Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya dengan alinemen vertikal dan panjang jalan pendekat (oprit).
3. Pemilihan Lokasi Jembatan
Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan.
Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi setempat dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :
1) Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan kebutuhan lahan yang besar sekali.
2) Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya, dan diusahakan mengikuti as jalan existing.
3) Pemilihan lokasi jembatan selain harus mempertimbangkan masalah teknis yang menyangkut kondisi tanah dan karakter sungai yang bersangkutan, juga harus mempertimbangkan masalah ekonomis serta keamanan bagi konstruksi dan pemakai jalan.
4. Bahan Konstruksi Jembatan
Dalam memilih jenis bahan konstruksi jembatan secara keseluruhan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Biaya konstruksi,
2) Biaya perawatan,
3) Ketersediaan material,
4) Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap),
5) Kemudahan pelaksanaan konstruksi,
6) Kemudahan mobilisasi peralatan.
Tabel 1. berikut menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi dan bentang maksimum jembatan standar Bina Marga yang ekonomis dalam keadaan normal yang sering digunakan.

Tabel 1. Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan
BAHAN
JENIS
BENTANG MAX.(M)
Beton
Culvert
Slab bridge
T-Girder, I-Girder
4.00 – 6.00
6.00 – 8.00
6.00 – 25.00
Beton Prategang
PCI-Girder
Prestressed Box Girder
15.00-35.00
40.00 – 50.00
Baja
Truss bridge
60.00 – 100.00
Komposit
Compossite bridge
10.00 – 40.00

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN
Perencanaan struktur jembatan yang ekonomis dan memenuhi syarat teknis ditinjau dari segi keamanan serta rencana penggunaannya, merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diupayakan.
Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan identifikasi yang menyangkut beberapa hal antara lain :
1. Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2. Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
3. Struktur tanah, geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.
4. Pemilihan jenis struktur dan bahan konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi medan, ketersediaan material dan sumber daya manusia yang ada.
5. Penguasaan tentang teknologi perencanaan, metode pelaksanaan, peralatan, material/ bahan mutlak dibutuhkan dalam perencanaanjembatan.
6. Analisis Struktur yang akurat dengan metode analisis yang tepat agar diperoleh hasil perencanaan jembatan yang optimal.
Metode perencanaan struktur jembatan yang digunakan ada dua macam, yaitu Metode perencanaan ultimit (Load Resistant Factor Design, LRFD) dan Metode perencanaan tegangan ijin (Allowable Stress Design, ASD). Perhitungan struktur atas jembatan umumnya dilakukan dengan metode ultimit dengan pemilihan faktor beban ultimit sesuai peraturan yang berlaku. Metode perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja umumnya digunakan untuk perhitungan struktur bawah jembatan (fondasi). Untuk tipe jembatan simple girder, perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan Excel. Untuk tipe jembatan yang berupa rangka, perhitungan struktur dilakukan dengan komputer berbasis elemen hingga (finite element) untuk berbagai kombinasi pembebanan yg meliputi berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan (beban lajur, rem, pedestrian), dan beban pengaruh lingkungan (temperatur, angin, gempa) dengan pemodelan struktur 3-D (space-frame). Metode analisis yang digunakan adalah analisis linier metode matriks kekakuan langsung (direct stiffness matriks) dengan deformasi struktur kecil dan material isotropic. Program komputer yang digunakan untuk analisis adalah SAP2000 V-11. Dalam program tersebut berat sendiri struktur dan massa struktur dihitung secara otomatis.


Dalam blog ini diberikan beberapa contoh perhitungan struktur jembatan beton prategang mulai dari struktur atas yang terdiri dari slab lantai jembatan dan girder prategang (prestressed concrete girder) sampai struktur bawah yang berupa abutment dan pier tipe dinding termasuk fondasinya. Perhitungan PCI-girder ini digunakan untuk perencanaan struktur Jembatan Srandakan II, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta dan Jembatan Tebing Rumbih, Kalsel. Selain itu diberikan juga beberapa contoh perhitungan struktur atas sbb.
· Prestressed Concrete Box Girder (Gejayan Fly Over, Yogyakarta).
· Concrete I – Girder (Jembatan Ngawen, Gunung Kidul).
· Concrete T – Girder (Jembatan Brantan, Kulon Progo).
· Compossite Girder (Jembatan Bonjok, Kebumen, Jateng)
Untuk jembatan beton tipe busur (Concrete Arch Bridge) diberikan contoh perhitungan yang meliputi :
· Jembatan Plat Lengkung (Jembatan Wanagama, D.I. Yogyakarta)
· Jembatan Rangka Lengkung (Jembatan Sarjito II, Yogyakarta).
Contoh perhitungan struktur jembatan tipe plat untuk bentang pendek meliputi :
· Underpass (Jombor Fly Over, Yogyakarta)
· Box Culvert (Jembatan Kalibayem, Yogyakarta)
Selain perhitungan Pier tipe dinding, juga diberikan contoh perhitungan Pier tipe yang lain seperti :
· Pier Tipe Kolom Tunggal (Gejayan Fly Over, Yogyakarta)
· Pier Tipe Portal (Jembatan Boro, Purworejo, Jateng)

Contoh perhitungan tersebut dapat di-down load pada tautan berikut di bawah.
Abutment dan Pier








MANAJEMEN DAN STRATEGI PENCAPAIAN MUTU JEMBATAN

A. LATAR BELAKANG
Peningkatan sarana transportasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan menunjang pembangunan nasional di masa yang akan datang. Sesuai dengan perkembangan daerah yang bersangkutan, jembatan merupakan salah satu sarana prasarana transportasi yang sangat menentukan dalam upaya menunjang kelancaran lalu lintas dan meningkatkan aktifitas perekonomian di daerah yang mulai berkembang. Oleh pembangunan jembatan baik kualitas maupun kuantitasnya mempunyai arti penting untuk guna menunjang tercapainya program merupakan hal yang sangat penting jembatan.
Jembatan yang merupakan bagian dari sistem jaringan transportasi darat mempunyai peranan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menunjang pembangunan nasional di masa yang akan datang. Oleh sebab itu perencanaan, pembangunan dan rehablillasi serta fabrikasi konstruksi jembatan perlu diupayakan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga pembangunan jembatan dapat mencapai sasaran mutu jembatan yang direncanakan. Manajemen dan strategi pencapaian mutu jembatan harus dilakukan untuk menghindari terjadinya rekonstruksi yang harus dilakukan apabila ada bagian yang tidak memenuhi stándar mutu yang diharapkan.
Para pemerhati Jembatan Indonesia yang terdiri dari Kalangan Pemerintahan, Akademisi, Konsultan Perencana dan Pengawas, Kontraktor atau Pelaksana Fabrikasi dan Supplier turut terlibat dan bertanggung jawab atas pembangunan jembatan yang efektif, efisien dan berdaya guna sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan teknologi.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan manajemen dan strategi pencapaian mutu jembatan adalah untuk dapat memberikan arahan dan pedoman terhadap pembangunan prasarana transportasi yang berupa jembatan yang memenuhi stándar mutu dan berdaya guna sehingga dapat menunjang strategi Pembangunan Wilayah di Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Propinsi.
Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mendapatkan cara penanganan yang efisien dan efektif dalam pencapaian mutu jembatan yang memenuhi stándar.
C. PENGERTIAN JEMBATAN
Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transportasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang .  Jalan ini yang melintang yang tidak sebidang dan lain-lain.
Sejarah jembatan sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan komunikasi dan transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Mengingat fungsi dari jembatan yaitu sebagai penghubung dua ruas jalan yang dilalui rintangan, maka jembatan dapat dikatakan merupakan bagian dari suatu jalan, baik jalan raya atau jalan kereta api.
Berikut beberapa jenis jembatan :
3       Jembatan diatas sungai
1       Jembatan diatas saluran irigasi/ drainase
1       Jembatan diatas lembah
1       Jembatan diatas jalan yang ada (fly over)
Bagian-bagian Konstruksi Jembatan terdiri dari :
Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures)
Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berada pada bagian atas suatu jembatan, berfungsi menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan orang, kendaraan, dll, kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.
Konstruksi bagian atas jembatan meliputi :
1       Trotoir  
1       Sandaran dan tiang sandaran
1       Peninggian trotoir (kerb)
1       Konstruksi trotoir
1       Lantai kendaraan dan perkerasan
1       Balok gelagar
1       Balok diafragma / ikatan melintang
1       Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,ikatan tumbukan)
1       Perletakan (tumpuan)
Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures)
Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya untuk menerima beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi, beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Konstruksi bagian bawah jembatan meliuputi :
1       Pangkal jembatan (abutment) dan pondasi
1       Pilar jembatan (pier) dan pondasi
D. KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN
Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan identifikasi yang menyangkut beberapa hal antara lain :
Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
Struktur tanah, geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.
1.     Pemilihan Lokasi Jembatan
Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan.
Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi setempat dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :
Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan kebutuhan lahan yang besar sekali.
Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya, dan diusahakan mengikuti as jalan existing.
2.     Bahan Konstruksi Jembatan
Ditinjau dari klasifikasi bangunan penyeberangan secara umum, bahan konstruksi jembatan dapat dikelompokkan seperti yang tercantum pada tabel 1.
   Tabel 1. Bahan Konstruksi Jembatan
Bagian
Bahan
Jenis
Struktur atas
Beton bertulang
Slab




Girder


Beton prategang
Girder


Baja
Truss


Komposit
Girder




Suspension
Struktur bawah
Beton bertulang
Abutment




Pier
Fondasi
Beton bertulang
Footplat




Sumuran




Tiang pancang




Bore-pile

3.     Pemilihan Konstruksi Atas Jembatan
Pemilihan konstruksi atas jembatan ditetapkan dengan mempertimbangkan konstruksi yang kuat, aman, dan ekonomis. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis konstruksi atas antara lain :
1       Mudah pelaksanaannya
1       Biaya pelaksanaan murah
1       Pengadaan bahan relatif mudah
1       Biaya perawatan relatif rendah
1       Cukup kuat dengan biaya relatif murah
1       Bentang sungai
4.     Pemilihan Konstruksi Bawah Jembatan
Pemilihan konstruksi bawah jembatan harus memperhatikan kondisi tanah setempat dan pola aliran sungai. Konstruksi ditetapkan berdasarkan pertimbangan kekuatan, biaya, serta kemudahan dalam pelaksanaan. Tahapan yang harus dilakukan dalam perencanaan fondasi jembatan antara lain :
1       Pemeriksaan rencana tahanan lateral ultimit geser maupun tahanan tekanan pasif pada fondasi.
1       Stabilitas terhadap geser dan guling.
1       Kapasitas daya dukung ultimit.
1       Penurunan (settlement) pada fondasi.
Kentungan Fly Over



LITERATURE
Terdapat beberapa literatur yang memuat ketentuan pembebanan dan aksi-aksi lain yang digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan. Anda dapat men-down load literatur sebagai berikut :
1. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, RSNI T-02-2005,
Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, 2005
2. Standar Perencanaan Gempa Untuk Jembatan, SNI 2833-2008
3. Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan, RSNI
T-03-2005, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina
Marga, 2005
4. Standar Jembatan Bina Marga5. Spspesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai 25 m dengan fondasi tiang pancang, SNI 2451-2008
6. Spesifikasi bantalan elastomer tipe polos dan tipe berlapis untuk perletakan jembatan, SNI 3967-2008

Untuk lebih memahami tentang metode perencanaan dan konstruksi gelagar beton prategang pracetak dengan metode segmental maupun jembatan box-girder, sebaiknya anda membaca beberapa literatur sebagai berikut :
7. Anonim, Precast Segmental Box Girder Bridges with External Prestressing, Design and Construction 8. Anonim, Preliminary Design of Precat Prestressed Concrete Box Girder Bridges 9. Anonim, Extended Span Rauges of Precast Prestressed Concrete Girder, National Cooperative Highway Research Program (NCHRP), 2001
10. Anonim, Connection of Simple Span Precast Concrete Girder for Continuity, National Cooperative Highway Research Program (NCHRP), 2001
11. Schlaich and Scheef, Concrete Box-Girder Bridges, International Association for Bridge and Structural Engineering, 1982

Beberapa literatur yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan rigid pavement (perkerasan beton semen) yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, 2004, antara lain sebagai berikut :
12. Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, Pd.T-14-2003
13. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen),
14. Pelaksanaan Pelaksanaan Jalan Beton Semen, Pd.T-05-2004 B

Literatur tersebut dapat di- down load dalam blog ini melalui tautan sebagai berikut :
PERATURAN DAN STANDAR JEMBATAN
SLAB ON GRADE
REFERENCE
BROSUR

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Materi Konstruksi Jalan dan Jembatan 1"

Post a Comment